BANTENINSIDE.COM – Praktik lancung dalam proyek infrastruktur di Banten kini menjadi sorotan tajam setelah sejumlah aktivis anti-korupsi membongkar dugaan penyimpangan sistematis yang polanya disebut menyerupai skandal korupsi di Riau dan Sumatera Utara (Sumut), di mana Kepala Dinas PUPR-nya telah terseret hukum.
Forum Aktivis Anti Korupsi Dan Monopoli—gabungan dari Banten Corruption Watch, Gema Kosgoro Banten, Integritas Indonesia, dan Forum Banten Bersih—secara resmi melaporkan dugaan ini ke Kejaksaan Agung RI pada Kamis (6/11). Laporan tersebut menyoroti proyek pembangunan ruas Jalan Ciparay–Cikumpay di Lebak senilai Rp87,69 miliar yang diduga sarat masalah.
“Pola Setan” yang Terus Berulang
Koordinator Forum Aktivis, Junaidi Rusli, menyatakan bahwa temuan mereka bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan sebuah pola kejahatan yang terorganisir.
“Kami menemukan ‘pola setan’ yang berulang. Mulai dari material yang tidak sesuai spesifikasi, pengaturan rekanan, hingga dugaan kelebihan bayar yang bahkan tercatat dalam LHP BPK. Pola ini kami temukan di proyek Ciparay–Cikumpay hingga proyek lain di Sumur dan Tamanjaya, Pandeglang,” ujar Junaidi dengan tegas.
Modus operandinya diduga kuat mencakup:
- Pengaturan Pemenang Tender: Kontraktor “langganan” dimenangkan dalam berbagai paket proyek.
- Permainan Spesifikasi: Kualitas material dikurangi di lapangan untuk meraup untung haram.
- Pengawasan Lemah: Dinas PUPR Banten terkesan tutup mata terhadap penyimpangan yang terjadi.
Banten = Riau & Sumut Berikutnya?
Kecurigaan para aktivis semakin menguat saat membandingkan kasus ini dengan skandal di daerah lain. Di Riau, Gubernur dan Kadis PUPR dijerat KPK. Di Sumut, eks Kadis PUPR didakwa mengatur tender dan melakukan mark up.
“Jangan sampai Banten menjadi yang berikutnya. Pola pengaturan proyek dan ‘fee’ untuk pejabat sudah menjadi rahasia umum. Jika penegak hukum diam, kerugian negara akan terus membengkak,” sambung Agus Suryaman, juru bicara forum.
Desakan Nonaktifkan Kadis PUPR Banten
Forum aktivis juga menyoroti posisi Arlan Marzan yang masih kokoh menjabat sebagai Kepala Dinas PUPR Banten. Mereka mendesak Pj Gubernur Banten untuk segera menonaktifkan Arlan demi menjaga objektivitas proses hukum.
“Bagaimana mungkin penyelidikan bisa berjalan adil jika pejabat yang dilaporkan masih punya kuasa penuh atas proyek-proyek baru? Ini jelas konflik kepentingan. Nonaktifkan sementara untuk membuktikan komitmen Banten bersih!” tegas Junaidi.
Kini, bola panas ada di tangan Kejaksaan Agung. Publik menanti apakah laporan ini akan ditindaklanjuti secara serius atau hanya akan menjadi tumpukan dokumen. Para aktivis bersumpah akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas.
“Banten tidak boleh menjadi sarang rente. Kami percaya Kejagung akan bertindak tegas dan transparan. Ini pertaruhan nama baik penegakan hukum di Indonesia,” tutup Junaidi.(els)


Tinggalkan Balasan